BANDUNG, itb.ac.id - Indonesia memiliki karakteristik geografis
yang unik, terletak di garis khatulistiwa dengan keberagaman morfologinya.
Banyak hal yang dapat dipelajari dari relief alam baik yang tersingkap di
permukaan bumi maupun yang tersimpan di dalamnya. Sulawesi menjadi salah satu
pulau yang menyimpan berjuta rahasia sehingga menarik untuk diteliti. Hal ini
dilakukan oleh Prof. Dr. Satria Bijaksana bersama Dr. James Russel (Brown
University, Amerika Serikat) yang meneliti sedimen di Danau Towuti.
Danau yang memiliki kedalaman 180 meter ini berada di Kabupaten
Luwu Timur, Sulawesi Selatan dan terletak di Gugus Ofiolit Timur Sulawesi
(Eastern Sulawesi Ophiolite Belt) dan merupakan gugus ofiolit terbesar kedua di
dunia. Secara geologis, danau ini berada di sekitar Sesar Matano dan merupakan
bagian dari Sistem Danau-danau Malili (Malili Lakes System) yang terbentuk
akibat aktivitas tektonik. Danau-danau
lain pada sistem ini adalah Danau Matano dan Danau Mahalona.
"Yang menjadi objektif utama dari penelitian ini adalah
kami ingin mengetahui sistem iklim di masa lalu karena dengan itu kita dapat
memprediksi sistem perubahan iklim di masa mendatang," ungkap Satria. Dari
letaknya, keberadaan situs ini dipengaruhi oleh sistem iklim ENSO (El Nino
Southern Oscillation) serta siklus hidrogeologi yang kompleks dengan tingginya
tingkat presipitasi.
Gunakan Metode Seismik
Setelah memulai studi pendahuluan pada 2005, akhirnya Satria
dan James melakukan penelitian pertamanya pada 2007 dengan menggunakan metode
seismik CHIRP dan pengambilan contoh sedimen dengan gravity coring. Metode ini
dilakukan untuk melihat distribusi ketebalan sedimen di danau tersebut dan juga
untuk mengetahui karakteristik lapisannya. Penelitian berlanjut di tahun 2010,
menggunakan metoda seismik dengan streamer dan air gun bertekanan tinggi. Metoda
ini mampu menghasilkan penampang seismik
yang lebih dalam dan jelas.
Selain itu juga dilakukan pengambilan core atau inti sedimen
dengan metoda piston coring yang mampu menghasilkan core atau inti hingga
kedalaman 12 meter. Salah satu hal menarik yang diketahui dari core tersebut
adalah adanya lapisan-lapisan abu vulkanik (volcanic ash layers) yang penanda
pengendapan material dari letusan gunung api. "Bukti ini (volcanic ash
-red) dapat menunjukkan kapan waktu pengendapannya dan mungkin sumber asalnya,"
ujar doktor dalam bidang geofisika dari Memorial University of Newfoundland,
Kanada ini. Core sedimen tersebut saat ini sedang diteliti dari sisi geokimia
untuk mengetahui siklus perubahan iklim regional di daerah tersebut.
Tindak Lanjut Penelitian
Dari hasil pengukuran laboratorium terhadap core yang
dilakukan di Brown University, ITB, dan University of Rhode Island, Satria,
James dan para kolaboratornya mengungkapkan adanya variasi suseptibilitas
magnetik yang menarik. "Hal ini yang sedang kami teliti untuk mendapatkan
korelasi antara variasi sifat magnetik pada sedimen dengan perubahan iklim masa
lalu," jelas Satria. Di laboraturium juga dilakukan penentuan umur absolut
dengan radiometric dating. Hasil sementara dari pengujian ini menunjukkan bahwa
core tersebut berusia setidaknya 60 ribu tahun.
Pada Januari 2011, sejumlah peneliti, termasuk Satria,
bertemu di Brown University untuk melakukan perencanaan penelitian selanjutnya.
Mereka menulis proposal pada ICDP (International Continental Scientific
Drilling Program) untuk mendapatkan dukungan bagi penyelenggaraan workshop
sebagai upaya mematangkan rencana pemboran Danau Towuti. Dengan dukungan ICDP,
telah terselenggara workshop pada Maret 2012 yang dihadiri oleh wakil
pemerintah daerah, wakil-wakil lembaga penelitian pemerintah, serta para
peneliti dari 9 negara.
Pemboran Danau Towuti akan difokuskan pada tiga bidang
penelitian yakni perubahan iklim, ekosistem, dan geologi. Rencananya, pemboran
akan dilakukan pada tiga lokasi yang berbeda di Danau Towuti sebagaimana
digambarkan pada gambar berikut (diambil dari artikel berjudul The Towuti
Drilling Project: Paleoenvironments, Biological Evolution, and Geomicrobiology
of a Tropical Pacific Lake oleh James Russell dan Satria Bijaksana, terbit di
majalah Scientific Drilling, nomor 14, hal 68-71, September 2012).