Jakarta - Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ernovian G. Ismy, mengatakan industri tekstil serta garmen terancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menaikkan harga jual setelah pemerintah menaikkan tarif dasar listrik rata-rata 15 persen.
"Kenaikan TDL memberatkan, apalagi terjadi di saat kami masih berjibaku dengan kenaikan upah buruh," kata Ernovian kepada Tempo, Kamis, 27 Desember 2012. Ia belum bisa memastikan besaran kenaikan harga jual setelah kenaikan upah buruh dan tarif TDL ini.
Sebelumnya, pemerintah memastikan akan menaikkan tarif listrik mulai 1 Januari 2013. Kenaikan dilakukan secara bertahap setiap 3 bulan dengan besaran kenaikan total 15 persen. Pada tiga bulan pertama, kenaikan tarif mencapai 4,3 persen.
Ernovian mengatakan, pemutusan hubungan kerja tidak mungkin dapat dihindari karena beban pelaku industri tekstil dan garmen yang merupakan industri padat karya sudah terlalu berat. Menurut dia, krisis ekonomi di Eropa yang tak kunjung pulih, kenaikan upah buruh serta kenaikan TDL membuat pelaku industri tekstil tidak punya pilihan lain selain melakukan PHK untuk bertahan. "Kalau efisiensi sudah kami lakukan jadi tidak mungkin lagi melakukan efisiensi," katanya.
Pengurangan produksi, kata Ernovian, juga tidak akan menjadi solusi atas kenaikan TDL karena pengurangan produksi hanya akan membuat tenaga kerja "idle" sementara perusahaan harus tetap membayar upah pekerja.
Ernovian mengatakan, kebijakan pemerintah yang menaikan TDL dan upah buruh ini akan membuat industri tekstil mencatatkan pertumbuhan yang flat tahun depan. Ia memproyeksi industri tekstil akan tumbuh 5 persen atau sama seperti tahun ini.
Jika pemerintah tidak melakukan langkah preventif, bukan tidak mungkin industri tekstil akan mengalami kontraksi. "Bisa saja turun 5 persen kalau kondisinya terus begini," katanya. Ernovian memprediksi kondisi ini akan terus terjadi sampai tahun 2014.
Kenaikan TDL berbeda untuk setiap pelanggan. Pelanggan rumah tangga dengan daya 450-900 volt ampere tidak mengalami kenaikan tapi pelanggan rumah tangga, bisnis, dan pemerintah dengan daya 6.600 VA atau lebih harus membayar harga keekonomian. Harga keekonomian yaitu biaya pokok produksi Rp 1.261 per kWh ditambah margin 7 persen.
Read More